18 February 2013

KESEHARIAN KELUARGA GURU MULIA AL-HABIB MUNDZIR AL-MUSAWA


share dari link fb ~Kumpulan Foto Ulama dan Habaib


KESEHARIAN KELUARGA GURU MULIA AL-HABIB MUNDZIR AL-MUSAWA
• Pertanyaan dari Saudari Hafsah Qanita: 


“Assalamu 'alaikum ya Habibana. Habibana, saya baru mengenal MR dan Habibana, tetapi saya tahu keluhuran derajat Habibana di sisi Allah. Saya sangat tersentuh membaca tulisan-tulisan Habibana dalam menjawab permasalahan ummat, terlebih lagi kisah perjalanan Habibana ketika Habibana masih tinggal di Bogor, menjaga losmen, perjuangan Habibana untuk mengikuti maulid hingga perjalanan ta'lim Habibana ke Yaman. Siapa yang tidak akan terpikat dan tersentuh oleh kelembutan, kemuliaan dan keluhuran ahlak Habibana, yang dengannya orang-orang berakal semakin terbuka hatinya, semakin ingat pada Tuhannya dan semakin cinta pada Nabinya.

Habibana, sebenarnya pertanyaan saya sudah dikirim melalui email kemarin dan saya malu untuk menulis kembali kepada Habibana di forum ini apalagi mengambil kuota saudara-saudara yang lain, tetapi mungkin ini kesempatan yang Allah beri untuk saya. Saya ingin menyampaikan jika saya mencintai Habibana. Saya minta Habibana doakan supaya Allah terus menambah cinta ini untuk Habibana, untuk Ahlul Bait Rasulullah, yang dengannya semoga terbuka lebih dalam lagi tabir mahabbah untuk Habiballah Sayyidina Musthafa Muhammad shallallahu 'alayhi wasalaam. Dengan cinta pada Baginda dan para shalihin yang mencintainya, hamba yang penuh dosa ini berharap kelak dapat dikumpulkanNya dengan kafilah yang selamat di bawah panji RasulNya. 

Ya Habibana, pada kesempatan ini, saya hendak meminta Habibana untuk bercerita tentang keseharian keluarga Habibana: istri dan anak-anak Habibana dari segi tarbiyah, zuhud, qanaah, lembut, sabar, wara, dalam ibadah dll., supaya kami bisa meniru dalam menciptakan keluarga dengan cahaya Ilahi insyaAllah. Sekian dari saya ya Habibana, salam cinta dan rindu, Wassalaamu'alaykum, wa jazakumullah khairan katsira.

• Jawaban al-Habib Mundzir al-Musawa:

“Hamba pendosa ini bukanlah yang patut dicontoh sebagai guru yang baik dan panutan yang baik, walaupun hamba berusaha mencapai kehidupan yang zuhud, wara, tawadhu’, sakinah, dalam rumah tangga dan dalam bermasyarakat.

Zuhud adalah hidup dengan sederhana dalam keduniawian, hamba belum mampu mencapainya. Namun sebagian usaha yang hamba lakukan adalah menghilangkan cinta pada semua hal yang bersifat duniawi, berupa harta dll. yang tidak ada sangkut pautnya dengan aksesoris dakwah.

Hamba membutuhkan mobil, untuk mencapai banyaknya majelis dan ketepatan waktu untuk tiba di lokasi yang sudah ditunggu puluhan ribu orang hampir setiap malamnya. Di satu pihak tanpa hamba punya kendaraanpun hamba akan siap dijemput oleh ribuan mobil yang akan mengantar hamba kemanapun hamba akan pergi. Namun hamba tak mau menyusahkan orang lain, apalagi membebani para penyelenggara untuk harus menyediakan kendaraan penjemput pula, maka hamba membeli mobil dengan angsuran. 

Hamba merawat mobil itu secara sebaik-baiknya secara mekanik dan mesinnya dengan perawatan yang sangat serius, demi tak menghambat kelancaran dakwah hamba. Namun hamba tidak perdulikan body mobil yang sudah penuh baret dan penyok, khususnya di kiri body mobil yang selalu terdesak oleh ribuan orang yang berebutan menyalami hampir tiap malamnya. Hamba tak perlu membenahi body-nya, yang hamba butuhkan adalah mesinnya dan bagian dalamnya untuk kelancaran dakwah.

Banyak orang menyarankan dan mengejek, kenapa mobil penyok penyok ini tak diganti dengan yang lebih bagus? atau paling tidak dibenahi, apakah tidak malu pakai mobil penyok-peyok begini ke sana kemari padahal hamba memimpin jutaan ummat? Hamba sungguh tidak malu, biar saja demikian. Jamaah tidak melihat kendaraan, jamaah butuh penyampaian dan bimbingan, bukan masalah mobil tua atau penyok dan tak sedap dilihat. Hamba tak rela mengeluarkan 1 rupiah pun untuk membenahi bodynya, karena itu bukan hajat dakwah. Lebih baik diberikan pada fuqara di jalanan jika ada kelebihan harta.

Hamba hingga kini masih mengontrak, walaupun rumah kontrakan itu besar dan bagus, tentunya itu hajat dakwah untuk menampung tamu khususnya majelis nisa (majelis kaum wanita) setiap Minggu sorenya di rumah. Jika rumah hamba sempit, maka massa akan memenuhi dan meluber ke luar rumah dan mengganggu kenyamanan tetangga pula, maka hamba berusaha dengan kemampuan hamba mengontrak rumah besar. Namun hanya bisa menampung sekitar 700 orang saja. Jika massa melebihi itu, hamba belum ada kemampuan mengontrak rumah yang lebih besar lagi.

Hamba menata rumah senyaman mungkin, tapi itu demi kenyamanan para hadirat yang menghadiri majelis. Di kontrakan ini hamba tidak banyak mempunyai benda dan perangkat rumah. Kesemuanya hampir merupakan milik rumah orang yang hamba mengontrak padanya. Hamba hanya membeli dua perangkat kursi rotan di halam tengah dan teras belakang, lalu memasang karpet di seluruh rumah, bukan lain demi kenyamanan hadirin. Hanya sebuah lemari pakaian, sebuah kasur, dan sebuah kulkas dan beberapa hal lainnya yang milik hamba. Sisanya adalah perangkat yang membawa kenyamanan pada hadirin, seperti kipas angin, dispenser di hampir setiap sudut ruangan beserta gelas gelasnya, dan gorden-gorden pemisah jika tamu adalah pria dan wanita.

Namun akhir-akhir ini ketika hamba terkena penyakit peradangan otak belakang, maka hamba perlu menata kamar untuk lebih kedap suara, karena suara keras sangat mengganggu istirahat hamba. Jika istirahat hamba terganggu maka dakwah pada jutaan ummat ini terganggu.

Hamba tak punya banyak waktu mendidik anak-anak. Hamba jarang sempat duduk dengan mereka, namun ibundanya yang mengambil alih pendidikan anak, dan hamba datangkan guru untuk halafan al-Qur'an anak-anak, guru yang mengajari ilmu umum dan ilmu agama. 

Sesekali hamba memanggil anak-anak untuk menasehati, dan menjajaki hafalan mereka dalam ilmu umum, hafalan al-Qur'an dan ilmu syariahnya. Namun Allah Swt. sangat memberi hamba anugerah yang di luar dugaan, puji syukur bagiNya setiap waktu dan kejap. Anak-anak berubah semakin baik dan berbudi luhur. Sering mereka menangis dalam doa, sering mereka memimpikan Rasul Saw., mereka tidak nakal, baik, beradab, sopan, ceria, dan menyenangkan. Adab sunnah mereka sangat mereka perhatikan, mereka tidak tidur sebelum bersama-sama membaca Surat Tabarak (al-Mulk) dan doa tidur. Mereka bangun sebelum adzan Shubuh dan saling bangunkan satu sama lain untuk membaca dzikir Shubuh. Mereka berjamaah Shubuh dengan saya atau bersama ibunya, atau mereka saja bertiga. Padahal usia anak hamba yang tertua baru 9 tahun yaitu Fatimah Azzahra, dan yang kedua Muhammad yang masih berusia 7 tahun, dan Hasan yang masih berusia 5 tahun.

Anak-anak itu saling menasihati dalam menjalankan sunnah makan, sunnah minum, sunnah tidur, dan sering saya mencuri pendengaran saat mereka bertiga bercengkerama, yang mereka bicarakan adalah rindu pada Rasul Saw., contoh wajah Rasul Saw. yang teriwayatkan dan budi pekerti Rasul Saw. yang mereka dengar dari ceramah-ceramah saya. 

Mereka tak suka dan tak pernah kenal dengan lagu-lagu duniawi. Bagi mereka qasidah majelis dan bacaan al-Qur'an murottal yang mengisi telinga mereka di siang malamnya. 

Mereka tak mau membuka auratnya di muka umum. Bahkan yang bungsu pun selalu menangis tersedu-sedu jika shalat Shubuh berjamaah dengan saya dan ia datang terlambat. Ketika ditanya ia berkata sambil menangis: “Hasan semalam mengompol. Hasan terpaksa mandi dulu dan ganti baju, dan Hasan jadi terlambat (masbuk) dalam shalat bersama Abiy (ayah).”

Hasan pernah menghilang dari majelis. Saya meliirik ke kiri dan kanan, ia tak ada, dan datang di tengah acara dengan wajah penuh air mata dan cemberut. Selepas majelis saya tanya kenapa, ia berkata: “Hasan lupa membawa peci. Hasan tidak mau masuk masjid tanpa peci. Hasan nangis di luar, lalu ada jamaah yang membelikan hasan peci, baru hasan masuk masjid dan hasan jadi telat.”

Demikian pula Muhammad, Muhammad pernah menghilang dari panggung majelis pergi entah ke mana. Di akhir acara ia baru muncul. Ia katakan: “Muhammad mau pipis, tapi banyak perempuan. Jadi Muhammad malu dan tidak mau ke kamar mandi yang banyak perempuan. Akhirnya Muhamamad diantar jamaah ke rumah yang jauh untuk pipis di toilet yang tidak ramai perempuan.” Padahal usianya baru 7 tahun.

Mereka tentunya ada nakalnya, namun nakalnya adalah hal yang luhur. Mereka sangat senang berkemah. Bahkan acapkali mereka bertiga tidur di kemah di halaman rumah, karena mereka sering dengar Nabi Saw. sering berkemah saat safar. Mereka juga paling suka bermain pedang-pedangan dan panah dan berenang. Saya sering kesal melihat barang-barang berantakan dirumah saat pulang, ternyata mereka main perang-pedangan dan membuat keadaan berantakan. Namun saya tak marah dengan itu, karena itu adalah kebaikan yang wajar pada anak anak bahkan hal yg mulia.

Mereka tak pula suka menonton televise. Mereka lebih suka menonton film vcd cerita para nabi, vcd majelis-majelis. Lalu masing-masing ribut membahasnya. Sungguh didikan-didikan ini muncul dari tarbiyah Ilahiyah di luar kemampuan saya. 

Demikian pula Fatimah yang kini sudah membeli cadar pula, saat ke majelis-majelis ia bercadar. Saya sempat menegur istri saya, untuk apa ia pakai cadar usianya masih kecil, biar saja, nanti ia jatuh tersandung. Kata istri saya, Fatimah menabung berbulan-bulan sendiri di celengannya untuk membeli cadar. Maka saya diam saja tak mau mengecewakannya.

Mereka sering mendapat uang hadiah dari jamaah. Mereka menyimpannya di celengannya. Saya tanya: “Untuk apa kalian menyimpan uang itu? Mau beli apa? Sepeda? Mobil-mobilan? Atau apa?”

Mereka katakan: “Kami mau menabung untuk bisa pergi ke Madinah untuk ziarah Nabi Saw. Kami mau beli pesawat sendiri. Jadi bisa mengajak jamaah majelis ramai-ramai ke Madinah. Muhamad jadi pilotnya, Hasan jadi kondekturnya, dan Fatimah jadi pramugarinya.” Saya hanya bisa geleng-geleng dan membiarkan saja.

Mereka sudah hafal berjuz-juz al-Qur’an, dan mereka tidak sekolah ke sekolah umum, tapi homing scool, karena itu pilihan mereka. Dan ternyata hasilnya lebih baik. Hasan walau usianya 5 tahun ia sudah kelas 3, Muhammad walau usianya 7 tahun ia sudah kelas 5, dan Fatimah sudah setingkat kelas 2 SMP. 

Mereka mengikuti tes di rumah dan mendapat raportnya dengan guru ke rumah, dan saya sediakan guru pula untuk membantu hafalannya. Walau hal ini tampak berlebihan dan cukup besar biayanya, namun ini jauh lebih berharga daripada jika mereka tak melakukannya.

Zuhud adalah berhemat dan tidak mencintai harta, tapi menjalankan harta pada tempatnya, tidak kikir harta untuk mencapai keridhoan Allah Swt. Sebaliknya, kikir harta untuk dikeluarkan untuk urusan duniawi. 

Dalam soal makanan, saya tidak lagi mau membeli makanan sembarang di pasar, karena kini banyak beredar ayam tiren (ayam bangkai yang mati kemarin), demikian gelar yang umum dimasyarakat. Kita bisa bayangkan, pasar induk jakarta menerima jutaan ayam yang dipasok dari daerah setiap harinya. Ayam diangkut dengan truk atau kendaraan bak terbuka, bisa dipastikan dari 100 ayam ada beberapa yang mati, terhimpitkah, atau sebab lainnya. Maka puluhan ribu ayam bangkai beredar setiap hari di Ibukota.

Sebagian penjual justru suka membelinya karena harganya lebih murah, demikian pula restoran, warteg, dll. Mereka sering lebih suka membelinya karena lebih murah, walau ada juga restoran-restoran yang tak mau membeli ayam bangkai, namun para oknum pegawainya ada saja yg melakukan itu dengan mengantongi hasil yang lebih. Sebab ayam yang dibeli adalah ayam bangkai, tanpa sepengetahuan pemilik restoran. Maka saya curiga (tidak menuduh) pada KFC dll. yang menyajikan ribuan ekor ayam tiap harinya. Sangat mungkin ada oknum bagian pembelanjaan yang melakukan kejahatan tersebut, walau kita tak menuduh secara keseluruhan karena tidak ada/belum ada buktinya.

Demikian pula gorengan yang djual oleh para penjualnya, nasi goreng dll. Mereka banyak memakai minyak jelantah, walau tidak kesemuanya berbuat demikian. Apakah minyak jelantah itu? Ia adalah limbah minyak bekas memasak di hotel-hotel berbintang dan restoran-restoran mewah, yang tidak sedikit yang menyediakan makanan seperti babi, katak dan lain sebagainya yang diharamkan, maka minyak itu telah bercampur dengan makanan haram. Para penjual gorengan dan nasi goreng dll. itu mungkin tak menyadarinya, atau mengetahuinya tapi tidak perduli.

Demikian pula kambing pada sate dan sop yang dijual. Pernah saya temukan oknum yang mencampurnya dengan daging tikus. Demikian pula masakan padang atau warteg (saya bukan memvonis), namun ada laporan dari fihak jamaah kita, bahwa tetangganya bekerja sebagai pemasok kikil sapi ke restoran-restoran padang dan lainnya. Ia menggantinya dengan kikil babi, karena lebih banyak dagingnya, menjadi lebih mahal harga jualnya, namun lebih murah ia membelinya dari pemasok kikil babi itu dari wilayah luar kota.

Hukum dari makanan-makanan di atas tidak haram secara mutlak, kecuali sudah terbukti dengan dua saksi ada yang siap bersaksi akan hal itu. Namun hukum makanan-makanan di atas menjadi syubhat, tidak haram memakannya. Namun jika betul ia ada campuran yang haram, akan membawa dampak pada tubuh kita untuk malas beribadah dan semangat berdosa. Curigalah, misalnya Anda selalu melakukan ibadah dengan taraf tertentu, lalu setelah makan di restoran fulan atau beli gorengan dari penjual gorengan atau setelah makan suatu makanan, maka saat Anda ibadah terasa sangat berat, malas dan serba gundah. Lalu coba hindari makanan itu, jika Anda kembali pada kesempurnaan ibadah yang biasa Anda capai, maka telah jelas makanan yang anda makan saat itu mengandung hal yang haram.

Makanan halal memicu pada semangat beribadah dan malas berbuat mungkar. Sedangkan makananan haram memicu malas berbuat pahala dan semangat berbuat dosa. Makanan syubhat ada di tengah-tengahnya, bisa mengandung yang haram, bisa tidak, maka saya tak mau spekulasi.

Saya memerintahkan pembantu di rumah untuk membeli kambing, ayam, dan sapi, pada tempat yang langsung menyediakannya berikut menernaknya. Ia menjual ayam hidup, tinggal pilih, mau ayam yang mana, ia menyembelihnya, membersihkannya dan menyerahkannya pada kita dengan kesaksian kita sendiri. 

Demikian pula penjual kambing ada beberapa tempat yang memang peternak kambing, ia memotong kambing sendiri, dan menjualnya, maka ia terpercaya. Demikian pula sapi. Hati-hati dengan sosis, karena banyak dicampur dengan daging babi. Hati-hati dengan restoran cepat saji, karena mereka sering (bukan vonis) mereka memakai minyak babi sebagai minyak gorengnya, karena minyak babi lebih cepat membuat makanan matang daripada minyak goreng lainnya.

Hati-hati terhadap kue-kue, karena kue-kue sering dibubuhi reum, yaitu whisky, karena itu membuat kue cepat mengembang indah, dan menghilangkan bau amis telurnya.

Hati-hati dengan makanan yang digoreng cepat, karena banyak oknum penjual nasi goreng, mie goreng, dll. mereka memakai arak/whisky saat menggorengnya. Jika Anda menyaksikan ia menggoreng, lalu ada cairan yang ia siramkan ke panci penggorengan dan dalam seketika api dari bawah penggorengan naik menyambar sampai masuk ke atas panci dan menyentuh makanan itu, maka cairan itu adalah alcohol. Sengaja disiramkan karena dengan itu api menjilat-jilat sampai naik dari kompor menyentuh makanan itu, maka makanan lebih cepat matang. 

Saya menghindari itu semua semampu saya. Wara' adalah bersungguh-sunnguh dan berhati-hati menjaga diri semampunya dalam makanan syubhat apalagi haram. Saudariku, jangan paksakan melakukan hal-hal ini. Lakukan semampunya, Allah tidak memaksa kita lebih dari kemampuan.

Mengenai istri, saya lebih senang memanggilnya bukan dengan namanya, tapi dengan kata “habibah” (kekasih untuk wanita), atau “sayang”, atau “ratuku”, atau “cintaku”, atau sesekali dengan nama.

Saya tidak dan sangat takut menyentuh barang istri saya. Saya tak pernah berani membuka isi tas istri saya. Saya sangat tidak berani membuka lemari istri saya, dan saya tak berani menjamah hp istri saya, apalagi membuka sms atau isinya. Jika berdering-dering berkelanjutan saya biarkan saja tanpa berani menyentuhnya.

Saya sering menginap di markas jika sedang banyak tugas, dan saya jika akan pulang lebih sering izin dulu pada istri apakah saya diizinkan pulang atau tidak. Jika di kamar, saya tanyakan padanya apakah akan tidur dengan saya atau mau tidur dengan anak-anak, ia yang memilihnya.

Jika saya masih beraktifitas dengan portable di malam hari, saya izin dulu apa boleh saya nyalakan lampu kamar atau tidak. Jika ia sudah lelap tertidur, maka saya hanya menggunakan lampu tidur untuk membuka file dll., walau itu menyakiti mata dan membuat mata pedas, itu lebih saya pilih dari pada saya menyalakan lampu mengganggu tidurnya.

Dalam makanan pun saya hampir tak pernah meminta suatu type makanan. Saya hanya tanya ada makanan apa? Ada makanan atau tidak? Karena acapkali saya pulang makanan sudah habis, karena saya pulang hampir selalu larut malam dari majelis, mungkin ada tamu atau lainnya. Jika tak ada makanan maka saya tak makan, cukup minum teh saja atau kurma. Jika ada makanan, dan saya sedang menyukainya maka saya memintanya. Jika saya sedang tak menyukainya maka saya tak makan.

Saya tak punya menu makananan favorit, apa saja asal halal. Jika istri sudah tidur, saya lebih sering memilih minta disajikan makanan oleh staf-staf yang di rumah daripada membangunkan istri.Saya mengizinkan istri saya pergi ke mana saja selama tempat yang baik tentunya, tanpa perlu ia izin, kecuali perjalanan marhalatain (yang melebihi 82 km) atau perjalanan jauh. Kadang saya pulang istri saya sudah tidur di kamar anak-anak, maka saya lebih sering membiarkannya tanpa menganggunya, dan jika pulang saya lihat ia tiada, saya tak repot menanyakannya ke mana ia pergi kenapa tidak pulang dsb. Saya tunggu sampai Shubuh baru sms untuk menanyakan keberadaannya. Tentunya saya mengetahui istri saya orang baik-baik dan selalu diantar para jamaah nisa lainnya dan keluarnya itu di malam hari mestilahh ke undangan majelis atau pada ustadzah lainnya. 

Mungkin kelelahan, mungkin ketiduran, mungkin terjebak macet, dan saya baik sangka saja. Saya percaya penuh pada Allah Swt. karena setiap Shubuh dan Isya saya mendoakan diri saya, istri, anak-anak, teman-teman, dan keluarga, dan jika ada sesuatu yang tak baik tentunya ada kabar.

Namun bukan saya tidak pernah menegurnya. Saya menegur dengan lembut atau dengan tegas. Namun teguran tegas mungkin bisa dibilang tak pernah terjadi dalam setahun. Saya lebih cenderung membiarkan jika ia salah namun tidak terlibat dosa pada Allah, tapi salah pada saya, lebih baik saya maafkan. Jika berulang-ulang maka saya tegur dengan lembut. Jika terjebak pada hal yang mungkar, dosa, misalnya mencaci/mengumpat orang lain, maka saya tegur dengan lembut atau saya tinggalkan ke toilet tanpa mau mendengarkan kekesalannya/gunjingannya pada orang lain. Itu sudah isyarat baginya bahwa saya tak suka dengan pembicaraan itu. 

Jika ia masih meneruskannya maka bisa saja saya diam tak menanggapinya, atau jika sudah berlebihan maka saya potong dengan nasihat, maafkan saja, itu keinginan Allah Swt. untuk menghapus dosa kita, menggunjingnya berarti mengambil dosanya untukmu, sudah cukup dosa kita, untuk apa mengambil dosa orang lain, doakan saja, kita dapat pahala, maafkanlah, berarti Allah Swt. memaafkan banyak dosa dosamu, carilah pengampunan dosa dengan memaafkan kesalahan orang.

Namun jika bertentangan dengan syariah atau membahayakan dakwah, maka teguran saya tegas, dan teguran tegas saya lebih sering lewat sms, demi tak terlalu menyakitinya jika berhadapan muka. Jika berlarut-larut, maka teguran tegas saya lugas di hadapannya.

Demikian pula pada anak-anak, saya cenderung lembut dan bercanda walau sambil menanyai hafalannya, namun jika berbuat salah yang membahayakan, misalnya memaki jamaah majelis atau ucapan yang tak beradab, saya marah, dan anak anak sangat menyayangi saya, dan mereka tidak mau saya marah padanya. Maka jika wajah saya berubah misalnya, mereka sudah mengerti untuk tak melakukan lagi perbuatannya.

Semua adalah anugerah Allah Swt., bukan dari usaha saya. Semoga Allah Swt. melimpahkan cahaya keimanan, ketabahan dan kesejukan pada Anda saudariku. Dan cahaya keluhuran di hati saudari hingga selalu terjaga dari terjebak pada dosa, Aamiin.

Semoga Allah Swt. meluhurkan setiap nafas Anda dengan cahaya istiqamah dan selalu dibimbing untuk mudah mencapai tangga-tangga keluhuran istiqamah, dan wafat dalam keadaan istiqamah, dan berkumpul di hari kiamat bersama ahlul istiqamah. Semoga Allah Swt. memperindah hari-hari saudari dengan seindah-indahnya dan semakin indah dan semakin indah hingga berjumpa dengan Sang Maha Indah.

Demikian saudariku yang kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dengan segala cita-cita. Wallahu a'lam

Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah Saw.:

No rekening Majelis Rasulullah saw : Bank Syariah Mandiri 
Atas nama : MUNZIR ALMUSAWA 
No rekening : 061-7121-494


Diedit ulang dari website www.majelisrasulullah.org

Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 17 Februari 2013

No comments:

Post a Comment